BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Manusia dikenal sebagai makhluk berfikir. Dan hal
inilah yang menjadikan manusia istimewa dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan
berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu mengembangkan
pengetahuan berfilsafatnya. Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah,
mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan yang jelek. Secara terus
menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam melakukan pilihan ini manusia
berpegang pada filsafat atau pengetahuan.
Dengan berfilsafat manusia akan mampu mencintai
kebijaksanaan, sehingga dengan hal itu manusia mampu menjadi insan yang
sempurna, sebab dia bisa mengoptimalkan akal ini untuk berfikir.
Berpikir, meneliti dan menganalisa adalah proses awal dalam memperoleh
ilmu pengetahuan. Dengan berpikir, seseorang sebenarnya tengah menempuh satu
langkah untuk medapatkan pengetahuan yang baru. Aktivitas berpikir akan
membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan menganalisa secara
kritis terhadap suatu obyek.
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan
bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang
tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk
penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun
ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris.
Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa
pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan
pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat
saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun
tidak dapat diobservasi secara langsung.
Maka dari itu marilah kita berfikir dengan membahas bersama makalah
Filsafat Ilmu ini yang membahas tentang aliran realisme.
1.2.Rumusan Masalah
ü Apakah
definisi dari realisme?
ü Bagaimanakah
aliran filsafat realisme?
ü Bagaimanakah
pendidikan menurut aliran realisme?
ü Bagaimanakah
Teori nilai menurut aliran realisme?
1.3.
Tujuan
Tiada pengharapan yang lebih dari saya selaku tim
penyusun dalam tujuan penulisan makalah ini, tetapi setidaknya saya memiliki
tujuan yang konkrit dari penyusunan makalah ini, tujuan yang di harapkan di
antaranya:
1.
Definisi dari realisme
2.
Aliran filsafat realisme
3. Pendidikan menurut aliran realisme
4. Teori menurut aliran realisme
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Realisme
Realisme adalah suatu bentuk yang dapat
merepresentasikan kenyataan. Realisme terpusat pada pertanyaan tentang
representasri, yaitu tentang bagaimana dunia dikonstruksi dan disajikan secara
sosial kepada dan oleh diri kita. Inti realisme dapat dipahami sebagai kajian
tentang budaya sebagai praktik-praktik pemaknaan dari representasi. Hal ini berarti
bahwa kita harus mempelajari asal-usul tekstual dari makna. Hal ini juga
menuntut kita untuk meneliti cara-cara tentang bagaimana makna diproduksi dalam
beragam konteks.
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan
bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang
tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk
penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun
ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris.
Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa
pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan
pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat
saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun
tidak dapat diobservasi secara langsung.
Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang
bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol
linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern
dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan
struktural (Ibid, 2002). Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat
nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile Durkheim’ dalam pengembangan ilmu
pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah
salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim.
Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai
‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi (Francis
& Dinnen, 1996)
Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah
kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora,
terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi
yang disebut sebagai ‘methodenstreit’ (Calhoun, 2002). Kontribusi lain dari
tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu
pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-argument
terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh tradisi
empirisme.
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan
bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang
tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk
penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun
ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris.
Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa
pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan
pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat
saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun
tidak dapat diobservasi secara langsung.
Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang
bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol
linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern
dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan
struktural (Ibid, 2002). Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat
nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile Durkheim’ dalam pengembangan ilmu
pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah
salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim.
Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai
‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi (Francis &
Dinnen, 1996)
Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah
kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora,
terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi
yang disebut sebagai ‘methodenstreit’ (Calhoun, 2002). Kontribusi lain dari
tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu
pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan
argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh
tradisi empirisme.
2.2. Aliran
Filsafat Realisme
Ada tiga ajaran pokok dari Plato yaitu tentang
idea, jiwa dan proses mengenal. Menurut Plato realitas terbagi menjadi dua
yaitu contoh (paradigma) bagi benda konkret. Pembagian dunia ini pada inderawi
yang selalu berubah dan dunia idea yang tidak pernah berubah. Idea merupakan
sesuatu yang obyektif, tidak diciptakan oleh pikiran dan justru sebaliknya
memberikam dua pengenalan. Pertama pengenalan tentang idea; inilah pengenalan
yang sebenarnya. Pengenalan yang dapat dicapai oleh rasio ini disebut episteme
(pengetahuan) dan bersifat, teguh, jelas, dan tidak berubah. Dengan demikian
Plato menolak relatifisme kaum sofis. Kedua, pengenalan tentang benda-benda
disebut doxa (pendapat), dan bersifat tidak tetap dan tidak pasti; pengenalan
ini dapat dicapai dengan panca indera. Dengan dua dunianya ini juga Plato bisa
mendamaikan persoalan besar filsafat pra-socratik yaitu pandangan panta
rhei-nya Herakleitos dan pandangan yang ada-ada-nya Parmenides. Keduanya benar,
dunia inderawi memang selalu berubah sedangkan dunia idea tidak pernah berubah
dan abadi. Memang jiwa Plato berpendapat bahwa jika itu baka, lantaran terdapat
kesamaan antara jiwa dan idea. Lebih lanjut dikatakan bahwa jiwa sudah ada
sebelum hidup di bumi.
Sebelum bersatu dengan badan, jiwa sudah mengalami
pra eksistensi dimana ia memandang idea-idea. Berdasarkan pandangannya ini,
Plato lebih lanjut berteori bahwa pengenalan pada dasarnya tidak lain adalah
pengingatan (anamnenis) terhadap idea-idea yang telah dilihat pada waktu
pra-eksistansi. Ajaran Plato tentang jiwa manusia ini bisa disebut penjara.
Plato juga mengatakan, sebagaimana manusia, jagat raya juga memiliki jiwa dan
jiwa dunia diciptakan sebelum jiwa-jiwa manusia. Plato juga membuat uraian tentang
negara. Tetapi jasanya terbesar adalah usahanya membuka sekolah yang bertujuan
ilmiah. Sekolahnya diberi nama “Akademia” yang paling didedikasikan kepada
pahlawan yang bernama
2.3. Pendidikan Menurut Aliran Realisme
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa
pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran.
Konsep filsafat menurut aliran realisme adalah:
(1) Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya
hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial
(dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan
(pluralisme);
(2)
Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan.
Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir;
(3) Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan
sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan
dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan.
Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya
dengan fakta;
(4) Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur
oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih
rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji
dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus universal,
seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan suatu
kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak
akan menerima jenis pendidikan yang sama. Pembawaan
dan sifat manusia sama pada semua orang. Oleh karena itulah, metode, isi, dan
proses pendidikan harus seragam. Namun, manusia tetap berbeda dalam derajatnya,
di mana ia dapat mencapainya. Oleh karena itu, pada tingkatan pendidikan yang
paling tinggi tidak boleh hanya ada satu jenis pendidikan, melainkan harus
beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif dalam pendidikan terletak pada
pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah
bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta
didik. Namun, yang paling penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan
pelajaran yang benar, bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan
pada peserta didik. Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa
hanyalah merupakan alat dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan
strategi mengajar yang bermanfaat.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus
universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan
suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima
jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang.
Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun,
manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya. Oleh
karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada
satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan.
Inisiatif dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik.
Materi atau bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi
kepuasan pada minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling
penting bagi pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar,
bukan memberikan kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik.
Memberi kepuasan terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat
dalam mencapai tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang
bermanfaat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan
realisme adalah sebagai berikut: (1) Tujuan: penyesuaian hidup dan tanggung
jawab sosial;
(2) Kurikulum: komprehensif mencakup semua
pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan pengetahuan praktis;
(3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman
baik langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode
pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan;
(4) Peran peserta didik adalah menguasai
pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam hal
disiplin, peraturan yang baik adalah esensial dalam belajar.
Disiplin mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik;
(5) Peranan pendidik adalah menguasai
pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi
peserta didik.
Aliran Realisme adalah aliran filsafat yang memandang realitas
sebagai dualitas. Aliran realisme memandang dunia ini mempunyai hakikat
realitas yang terdiri dari dunia fisik dan dunia rohani. Hal ini berbeda dengan
filsafat aliran idealisme yang bersifat monistis yang memandang hakikat dunia
pada dunia spiritual semata. Dan juga berbeda dari aliran materialisme yang
memandang hakikat kenyataan adalah kenyatan yang bersifat fisik semata.
Realisme membagi realistas menjadi dua bagian yaitu subjek yang menyadari dan
mengetahui di satu pihak dan yang kedua adanya realita di luar manusia yang
dapat dijadikan objek pengetahuan manusia.
Aliran realisme mempunyai berbagai macam bentuk yaitu realisme rasional,
realisme naturalis dan realisme kritis. Realisme rasional juga masih terbagi
dua yaitu realisme klasik dan realisme religius. Realisme klasik pertama kali
dikembangkan oleh Aristoteles. Berikut ini kita bahas pendidikan menurut aliran
realisme.
Berikut ini kita akan membahas konsep pendidikan mengenai pengertian
pendidikan dan gambaran pendidikan menurut masing-masing bentuk aliran
realisme.
a. Realisme Rasional
Realisme klasik berpandangan bahwa manusia sebenarnya memiliki
ciri rasional. Dengan demikian manusia dapat menjangkau kebenaran umum.
Eksistensi Tuhan merupakan penyebab pertama dan utama realistas alam semesta.
Memperhatikan intelektual adalah penting bukan saja sebagai tujuan melainkan
sebagai alat untuk memecahkan masalah. Menurut realisme klasik pengalaman
manusia penting bagi pendidikan. Menurut Aristoteles, terdapat aturan moral
universal yang diperoleh dengan akal dan mengikat manusia sebagai mahluk
rasional. Manusia sempurna menurutnya adalah manusia sempurna yang mengambil
jalan tengah. Konsep pendidikan pada anak bahwa anak harus diajarkan ukuran
moral yang absolut dan universal karena baik dan benar adalah untuk seluruh
umat manusia. Kebiasaan baik harus dipelajari karena kebaikan tidak datang
dengan sendirinya
Sedangkan menurut realisme religius bahwa kenyataan itu dipandang
berbentuk natural dan supernatural. Pandangan filsafat ini menitik beratkan
pada hakikat kebenaran dan kebaikan. Pendidikan merupakan suatu proses untuk
meningkatkan diri guna mencapai kebenaran abadi. Kebenaran bukan dibuat
melainkan sudah ditentukan dan belajar harus mencerminkan kebenaran itu.
Menurut Cornerius pendidikan harus universal, seragam dan merupakan suatu
kewajiban dimulai dengan pendidikan yang lebih rendah.
b. Realisme Natural
Menurut realisme natural pengetahuan yang diakui adalah pengetahuan yang
diperoleh melalui pengalaman empiris dengan jalan observasi atau pengamatan
indera. Para pengikut realisme natural mengikuti teori pengatahuan empirisme
yang mengatakan pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan dan
merupakan sumber pengetahuan manusia.
Pendidikan berkaitan dengan dunia di sini dan sekarang. Dunia diatur
oleh hukum alam. Pendidikan menurut aliran realisme natural haruslah ilimiah
dan yang menjadi objeknya adalah kenyataan dalam alam.
c. Realisme kritis.
Menurut pandangan Breed filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan
prinsip-prinsip demokrasi. Pendidikan sebagai pertumbuhan harus diartikan
sebagai pengarah terhadap tuntunan sosial dan individual. Menurut Imanuel Kant
, pengetahuan mulai dari pengalaman namun tidak semiuanua dari pengalaman. Pikiran
tanpa isi adalah kosong dan tanggapan tanpa konsepsi adalah buta.
Menurut Henderson ke semua bentuk aliran realisme pendidikan menyetujui
bahwa
1. Proses pendidikan berpusat pada
tugas mengembangkan laki-laki dan wanita menjadi hebat
2. Tugas manusia di dunia adalah memajukan
keadilan dan kesejahteraan umum
3. Tujuan akhir pendidikan adalah
memecahkan masalah-masalah pendidikan.
2.4. Teori nilai menurut
realisme
• Etika determinisme.
Teori realisme yang paling berpengaruh adalah
etika determinisme, karena semua unsur semesta, termasuk manusia adalah dalam
suatu mata rantai yang tak berakhir dalam kesatuan hukum kausalitas. Seseorang
bergantung seluruhnya pada ikatan sebab-akibat kodrati itu dan itulah yang
menentukan keadaan sekarang, baik ataupun buruk.
• Teori sosial
realisme.
Teori etika individu berhubungan
dengan teori etika sosial menurut realisme terutama dalam realita kehidupan
ekonomi, politik, manyarakat. Teori sosial realisme ini mengapproach
nilai-nilai ekonomi dan politik serta praktek-prakteknya berdasarkan cara
ilmiah.
• Teori estetika
realisme.
Teori realisme tentang estetika
terpusat pada mengekspresikan kehidupan sebagai mana adanya “expresing life as
it is” yakni dalam realita suka dan duka, proses harmoni dan disharmonis.
Realisme tidak mengutamakan seni atas keindahan seperti asas estetika idealisme. Melainkan realisme mengakui bahwa seni meliputi kedua jenis realita, yakni keindahan dan kejelekan. Pada prisipnya tujuan seni adalah membuka tabir kehidupan untuk lebih dimengerti, dihayati baik segi positif maupun negatif.
Realisme tidak mengutamakan seni atas keindahan seperti asas estetika idealisme. Melainkan realisme mengakui bahwa seni meliputi kedua jenis realita, yakni keindahan dan kejelekan. Pada prisipnya tujuan seni adalah membuka tabir kehidupan untuk lebih dimengerti, dihayati baik segi positif maupun negatif.
Approach realisme pada
pengetahuan
• Menurut teori
Associationism.
Teori ilmu jiwa assosiasi
sesungguhnya dipengaruhi oleh filsafat empirisme John Locke. Pikiran atau
ide-ide, isi jiwa adalah asosiasi unsur-unsur pengindraan dan pengamatan.
• Menurut teori Behaviorisme
• Menurut teori Behaviorisme
Realisme kedua dalam penyelidikan
ilmu jiwa adalah behaviorisme. Aliran ini berkesimpulan bahwa perwujudan
kehidupan mental tercermin pada tingkah laku.
• Menurut teori
Connectionism.
Teori ini menyatakan semua
makhluk, termasuk manusia terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola
connections between (hubungan) stimulus (S) dan respon (R).
Connectionisme merevisi
dasar-dasar yang kuno dalam behaviorisme dengan teori-teorinya, yaitu :
Ø Connectionisme
menekankan aspek hereditas dalam tingkah laku lebih dari pada aspek lingkungan,
terutama kemampuan intelegensi.
Ø Connectionisme
menganggap urgen perasaan senang dan rasa sakit, yang menentukan respon
seseorang atas suatu ransangan.
Ø Connectionisme masih
menghargai istilah thinking.
Tipe epistermologi realisme.
• Neorealisme.
Neorealisme secara psikologis
lebih erat dengan behaviorisme. Baginya pengetahuan diterima, ditangkap lansung
oleh pikiran dari dunia realita.
• Critical realisme.
Aliran ini lebih dekat dengan
Locke dan Associationisme. Yang menyatakan bahwa media antara intelek dengan
realita adalah seberkas penginderaan dan pengamatan.
Kesimpulan teori Korrespondensi.
• Bahwa teori
korespondensi bagi idealisme dalam lapangan psikologi dan filsafat hanya
cenderung menerima ide bahwa dunia sesungguhnya adalah mekanis dalam masa
manusia ada dan berfungsi.
• Bahwa asumsi dasar
teori korespondensi tentang “stamping in” dalam proses stimulus-respon yang
terutama dianut oleh connectionisme dianggap jalan bagi pengetahuan yang
realible.
• Bahwa teori korespondensi tentang pengetahuan dapat disamakan dengan teori pengetahuan aliran idealisme dan realisme.
• Bahwa teori korespondensi tentang pengetahuan dapat disamakan dengan teori pengetahuan aliran idealisme dan realisme.
.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
Realisme adalah suatu bentuk yang dapat merepresentasikan kenyataan. Aliran
Realisme adalah aliran filsafat yang memandang realitas sebagai dualitas.
2.
Aliran filsafat realisme menurut Plato ada tiga ajaran pokok yaitu idea, jiwa
dan proses mengenal.
3.
Pendidikan menurut aliran realisme ada tiga aliran yaitu realisme rasional,
realisme natural, dan realisme kritis.
3.2. Saran
Sudah selayaknya kita mengoptimalkan akal ini untuk berfikir, jangan
sampai kita terus memanjakan akal ini dengan berfikir hal – hal yang mudah,
sekali – kali marilah kita belajar Filsafat, agar akal ini mampu berkembang dan
berfikir secara dalam. Ingatlah perkataan dari KH. Abdul Rahmat bahwa seorang
pahlawan itu adalah orang yang mampu berfikir secara dalam dan mempunyai
pandangan yang luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2011. http://indomarxist.tripod.com/mek19200.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar