Senin, 28 Oktober 2013

MORFIN DAN OPIOID

MORFIN DAN OPIOID
d
i
s
u
s
u
n
oleh:
PSIK II A
(KELOMPOK 3)

Y DORYANTI RAJAGUKGUK
Y ELSA SEPTI HSB
Y GABRANA SIHITE
Y HENI TOBING

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MEDISTRA LUBUK PAKAM
T.A 2012/2013

KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka penulis dapat menyelesaikan sebuah karya tulis yang berjudul “Pengkajian keperawatan pada sistem kardiovaskuler” ini dengan tepat waktu untuk memenuhi tugas dari dr. Elviani selaku dosen mata kuliah Farmakologi.
 Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan.
            Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Tuhan memberkati makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


                                                                                                Lubuk Pakam, Oktober 2013



                                                                                                            Penulis




DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................................................................... i

DAFTAR ISI                                                                                                                    ii

BAB I    PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1       
1.2. Rumusan Masalah..................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan....................................................................................................... 2

BAB II   TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zat Aktif Obat........................................................................................................... 3
2.2.Struktur dan Sifat Obat ............................................................................................ 3       
2.3. Aturan Penggunaan dan Efek Obat.......................................................................... 7
2.4.Pencegahan dan Pengobatan...................................................................................... 10
     


     


BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan                                                                                                                11     
3.2. Saran                                                                                                                          12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 13





BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 22 tahun 1997). Yang termasuk jenis narkotika adalah tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja. Disamping itu, Garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas juga termasuk narkotika.
Rangsang yang menimbulkan rasa nyeri ialah kerusakan pada jaringan, atau gangguan metabolism jaringan. Hal ini mengakibatkan perubahan pada konsentrasi local ion (penurunan pH harga jaringan, peningkatan konsentrasi ion kalium ekstrasel) maupun pembebasan senyawa mediator. Sebagai akibatnya, reseptor nyeri (nosiseptor) yang terdapat dikulit, di dalam jaringan yang lebih dalam letaknya (otot kerangka, jaringan ikat, selaput tulang) dan di organ viseral jeraon, terangsang. Tergantung pada letaknya, dibedakan antara nyeri, permukaan, nyeri yang dalam dan  nyeri viseral, yang secara kualitatif dialami dengan cara yang berbeda. Dari reseptor, nyeri dikondusikan sebagai impuls listrik yang bersusulan (potensial aksi) melalui urat saraf sensorik (urat saraf nyeri) ke sumsum tulang belakang dan akhirnya melalui otak tengah (telamus) ke sinusoid pusat posterior dari otak besar, di mana terjadi kesadaran akan nyeri.
Seperti yang ditulis di atas, narkotika jenis opium merupakan salah satu obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri. Kesadaran akan nyeri mungkin tetap ada atau berkurang, tetapi kemampuan untuk menafsirkan, menggabungkan, dan beraksi terhadap nyeri menurun karena adanya sedasi, eufori, dan penurunan keresahan dan penderitaan. Efek lain satu-satunya yang berguna terhadap SSP adalah penekanan batuk. Secara perifer, pengurangan gerak-dorong usus berguna untuk mengendalikan diare, jika tidak, terjadi sembelit sebagai efek samping umum. Diantara kumpulan reaksi yang merugikan, yang paling penting dalam membatasi kegunaannya adalah toleransi melalui sentral, ketergantungan, dan depresi pernapasan, yang menjadi penyebab kematian pada pemberian yang lewat-dosis. Oleh karena itu, melalui makalah ini akan dijelaskan ruang lingkup salah satu jenis narkotika yaitu opium, terutama morfin sebagai agen aktif utama dalam opium.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dibahas pada makalah ini yaitu sebagai berikut sebagai berikut:
1.                  Zat aktif apakah yang terkandung dalam opium?
2.                  Bagaimana struktur dan sifat dari zat aktif tersebut?
3.                  Bagaimana aturan penggunaannya ?
4.                  Apa efek dan gejala dari pemakaian obat tersebut?
5.                  Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari penggunaan obat tersebut?

1.3.Tujuan  Penulisan
·         Dengan mengidentifikasi sifat dan rumus bangun kita dapat mengetahui, sifat-sifat dari Morfin.
·         Dengan mengidentifikasi efek dari Morfin kita dapat megetahui, seperti apa efek yang ditimbulkan oleh Morfin setelah penggunaan.
·         Dengan mengidentifikasi cara pengobatan dan Pencegahan Morfin, kita dapat mengetahui obat apa yang digunakan untuk mengurangi kecanduan Morfin.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.Zat Aktif Obat
Opium atau opium berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama Opium juga digunakan untuk opium, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opium tetapi tidak didapatkan dari opium. opium alami lain atau opium yang disintesis dari opium alami adalah heroin (diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid).
Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium.Umumnya opium mengandung 10% morfin. Kata "morfin" berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi Yunani.
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan. Adapun gambar morfin bentuk tepung yaitu sebagai berikut :
Tepung terigu atau Narkotika, kenalilah dengan baik!!!




2.2.Struktur dan Sifat Obat
Struktur yang tepat untuk alkaloid ini dikemukakan oleh Gulland dan Robinson pada tahun 1925. Zat tersebut adalah senyawa pentasiklik dengan atom dan cincin yang diberi nomor dan huruf seperti yang diperlihatkan di bawah ini ;
Morfin mempunyai lima pusat asimetrik (karbon 5,6,9,13, dan 14), tetapi hanya 16 (8 pasangan rasemik diastereoisomer) dan bukan 32 (25) isomer yang mungkin, karena atom 10 dan 12 harus cis, jadi 1,3-diaksial, dibandingkan terhadap cincin piperidin (D). Stereokimia relatif pada kelima pusat itu direduksi secara tepat oleh Stork pada tahun 1952. Peristilahan klasik (misalnya morfin, kodein) digantikan oleh tatanama sistemik yang didasrkan pada inti morfinan dengan mempertahankan sistem penomoran fenantren. Jadi morfin sekarang disebut (Cemical Abstract) 17-metil-7,8-didehidro-4,5α-epoksimorfinan-3,6α-diol ; dimana α menunjukan orientasi trans terhadap jembatan 15, 16, 17 yang berhubungan dengan sistem cincin ABC.
Sifat morfin yaitu khasiat analgesik morfin lebih efektif pada rasa nyeri yang terputus-putus (interminten) dan yang batasnya tidak tegas. Dalam dosis cukup tinggi, dapat menghilangkan kolik empedu dan uretur. Morfin menekan pusat pernafasan yang terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat. Kematian pada kelebihan dosis morfin umumnya disebabkan oleh sifat menghambat pernafasan ini. Efek menekan pernafasan ini diperkuat oleh fenotiazin, MAO-I dan imipramin. Sifat morfin lainnya ialah dapat menimbulkan kejang abdominal, muka memerah, dan gatal terutama di sekitar hidung yang disebabkan terlepasnya histamin dalam sirkulasi darah, dan konstipasi, karena morfin dapat menghambat gerakan peristaltik. Melalui pengaruhnya pada hipotalamus, morfin meningkatkan produksi antidiuretik hormon (ADH) sehingga volume air seni berkurang. Morfin juga menghambat produksi ACTH dan hormon gonadotropin sehingga kadar 17 ketosteroid dan kadar 17-hidroksi kortikosteroid dalam urine dan plasma berkurang. Gangguan hormonal ini menyebabkan terganggunya siklus menstruasi dan impotensi.
Sintesis total morfin pertama kali dipaparkan oleh Gates dan Tsehudi (1952-1956) dan oleh Elad dan Ginsburg (1954). Hal ini menegaskan hipotesis Robinson-Stork. Beberapa sintesi lain yang baik menyusul tetapi tak satu pun sintesis total dapat bersaing secara dagang dengan hasil sumber alami. Pembuktian langsung tentang stereokimia relatif  pada karbon 5,6,9 dan 13 diberikan oleh Rapoport (1950-1953) perincian terakhir, C (14), diberikan pada tahun 1955 melalui telaah difraksi sinar-X Kristal tunggal tentang garam morfin yang dilaporkan oleh MacKay dan Hodgkin. Telaah ini memberika juga gambar konformasilengkap pertama untuk molekul morfin. Konfigurasi absolut ditetapkan pada tahun yang sama oleh Kalvoda dan rekan-rekannya melalui penguraiantebain secara kimia menjadi senyawa menjadi senyawa yang lebih sederhana yang konfigurasi absolutnya diketahui. Konfigurasi absolut untuk (-)-morfin yang terdapat di alam adalah seperti yang diperlihatkan. Citra cerminnya, (+)-morfin, tidak mempunyai aktivitas analgesic. Morfin dan semua senyawa sejenisnya yang aktif adalah basa organik (amin) dengan pKa yang berkisar antara kira-kira 8,5 sampai 9,5. Jadi, padapH fisiologis (7,4) sekitar 97 sampai 99 % terprotonasi. Basa bebas sangat sukar larut dalam air, tetapi pada umumnya, garamnya yang sangat baik larut dalam air. Basa yang tak terion yang ada dalam keseimbangan dengan membentuk (ion) yang terprotonasi dianggap sebagai jenis yang menembus hambatan lipoid darah otak. Secara luas diterima bahwa opium berinteraksi dengan reseptor dalam bentuk ion.
Sifat, reaksi morfin sebagai alkaloid bersifat basa karena mengandung gugus amin tersier (pKa ≈ 8,1) dan membentuk garam berbentuk Kristal dengan sederetan asam. Yang digunakan adalah garam hidroksida yang mengandung tiga molekul air Kristal ( morfin hidroksida pH, Eur). Berdasarkan gugus hidroksil fenolnya morfin juga bersifat asam ( pKa = 9,9) dan bereaksi dengan alkalihidroksida membentuk fenolat, tetapi tidak bereaksi dengan larutan ammonia. Titik isolistrik terletak pada pH 9. Morfin yang terdapat dalam alam memutar bidang polarisasi ke kiri.
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfin pada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis,miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH). .(Latief dkk, 2001; Sarjono dkk, 1995; Wibowo S dan Gopur A., 1995; Omorgui, 1997).
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yangsama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.Turunan OPIOID (OPIAD) yang sering disalahgunakan adalah :

ü  Candu
Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap.
ü  Morfin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
ü  Heroin ( putau )
Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir - akhir ini . Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik.
ü  Codein
Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan.
ü  Demerol
Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.
ü  Methadon
Saat ini Methadone banyak digunakanorang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon). Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan), naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine. Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan buprenorphine (Buprenex).
ü  Kokain              
Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.
Nama lain untuk Kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack ( kokain dalam bentuk yang paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat ).




2.3.Aturan Penggunaan dan Efek Obat
Morfin digunakan untuk menghambat nyeri yang paling kuat. Dosis analgetik pada penggunan yang diutamakan, yaitu subkutan, adalah 10 mg. pada dosis kecil sudah terjadi peredaan rangsang batuk melalui peredaman pusat batuk (kerja antitusif). Pusat respirasi juga dihambat (kerjadepresi pada respirasi). Hal ini terlihat dalam rentang dosis terapi dan pada dosis yang lebih tinggi, akhirnya menyebabkan kelumpuhan pernapasan. Efek selanjutnya, yang menyangkut SSP yaitu sedasi dan pada sebagian pasien euphoria. Bertalian erat dengan ini, ada kemungkinan untuk mengembangkan keterangan pada morfin (ketergantungan psikis dan fisik yang kuat, pengembangan toleransi dan dorongan untuk menaikkan dosis). Selain itu, morfin juga mempunyai sifat merangsang secra sentral. Hal ini merupakan hasil dari sergapan pada bagian sentral parasimpatikus dan antara lain diwujudkan sebagai miosis. Kerja stimulasi kerja dari analgetika jenis morfin, dapat diamati secara khas pada menchit, melalui penegakan ekor dalam bentuk S yang khas gejalan ekor dari straub. Termasuk sebagai kerja parifer morfin adalah peningkatan tonus otot polos, yang mengakibatkan obstipasi spastik. Sebaliknya, opium yang dapat digunakan untuk meredakan usus, menyebabkan obstipasi otonik karena mengandung papaverin.
Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur. Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan meyebabkan konstipasi. Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi dibandingkan zat-zat lainnya. Pasien morfin juga dilaporkan menderita insomnia dan mimpi buruk.
Dalam pengobatan klinis, morfin dianggap sebagai standar emas, atau patokan, dari analgesik digunakan untuk meringankan penderitaan berat atau sakit dan penderitaan . Seperti opium lain, misalnya oksikodon (OxyContin, Percocet, Percodan), hidromorfon (Dilaudid, Palladone), dan diacetylmorphine ( heroin ), morfin langsung mempengaruhi pada sistem saraf pusat (SSP) untuk meringankan rasa sakit . Morfin memiliki potensi tinggi untuk kecanduan , toleransi dan psikologis ketergantungan berkembang dengan cepat, meskipun Fisiologis ketergantungan mungkin membutuhkan beberapa bulan untuk berkembang.
Efek samping yang ditimbulkan ; Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal, peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan dalam identitas seksual, kematian karena overdosis.
Efek umum
  Penurunan kesadaran
  Euphoria (rasa gembira luar biasa) rasa inilah yang sering dicari oleh penyalahguna morfin
  Rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur.
  Morfin juga mengurangi rasa lapar, merangsang batuk, dan menyebabkan konstipasi.
  Morfin menimbulkan ketergantungan tinggi, insomnia dan mimpi buruk
  Rasa batinnya yang tertekan (depresi) hilang
  Daya konsentrasi pikiran terganggu menyebabkan sukar berpikir dan apatis
  Pupil mata menyempit ( pin point pupil ), tekanan darah turun, denyut nadi lambat, suhu badan sedikit menurun, dan otot-otot menjadi lemah.
  Pemakai morfin akan merasa mulutnya kering, seluruh badannya hangat, dan anggota badan terasa berat,
  Malas bergerak dan bicara cadel
  Pada orang yang belum pernah memakai morfin atau opioida pada umumnya serta sedang tidak menderita suatu rasa nyeri, dapat timbul reaksi yang berlawanan, yaitu timbulnya perasaan tidak enak (disforia) yaitu rasa cemas, ketakutan, mual, dan muntah. Kadang-kadang timbul reaksi idiosinkratik berupa insomnia, urtikaria, perdangan di sekitar tempat disuntik dan syok
Efek kerja dari morfin (dan juga opioid pada umumnya) relatife selektif, yakni tidak begitu mempengaruhi unsur sensoris lain, yaitu rasa raba, rasa getar (vibrasi), penglihatan dan pendengaran ; bahkan persepsi nyeri pun tidak selalu hilang setelah pemberian morfin dosis terapi.
Efek analgesik morfin timbul berdasarkan 3 mekanisme ;
(1) morfin meninggikan ambang rangsang nyeri ;
(2) morfin dapat mempengaharui emosi, artinya morfin dapat mengubah reaksi yang timbul dikorteks serebri pada waktu persepsi nyeri diterima oleh korteks serebri dari thalamus ;
 (3) morfin memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat.
Gejala
Untuk gejala yang ditimbulkan akibat pemakaian Morfin yang dihentikan (gejala putus obat) secara mendadak pada pecandu yaitu akan mengalami Syndroma Abstinensia, yaitu gejala yang timbul karena pemakaian obat yang dihentikan secara mendadak.
Syndroma Abstinensia akan muncul setelah 8-13 jam ketika masa kerja obat habis. Badan akan mengigil, dari hidung akan keluar cairan seperti waktu terkena flu, pupil mata akan melebar, bulu roma akan berdiri ,sementara rasa dingin bertambah kuat. Inilah yang disebut cold turkey. Setelah 48 jam bakal terjadi kejang perut yang disertai rasa sakit yang lumayan hebatnya dan diare berat (buang air besar 60 kali sehari). Keringat akan keluar bercucuran membasahi tempat tidur. Berat tubuh akan turun drastis. Jika mereka dibiarkan selama 7-10 hari , kemungkinannya ada dua. Sembuh total dengan disertai rasa kapok untuk memakainya lagi atau meninggal dunia.
Selain gejala Syndroma Abstinensia, ada gejala lain yang lebih umum ditunjukkan oleh pecandu yang mengalami gejala putus obat/penghentian penggunaan Morfin secara mendadak yaitu Keringat berlebih, kejang otot, menggigil, gelisah, menguap, tidur terganggu, lekas marah, cemas, kelelahan, mual, anoreksia, muntah , kejang usus, diare, bersin-bersin, rasa panas dan dingin, nyeri perut dan kram. Sering terjadi juga peningkatan suhu tubuh, tekanan darah, laju pernapasan dan denyut jantung.


2.4. Pencegahan & Pengobatan

Untuk menghindari putus obat (sakau) parah, umumnya pengguna Morfin harus mengurangi penggunaan obat secara bertahap di bawah pengawasan dokter. Selain itu, dapat pula untuk masuk ke pusat detoksifikasi atau rehabilitasi. Untuk pasien dengan tingkat kecanduan sedang sampai berat dengan penggunaan obat yang relatif lama, detoksifikasi pasien sangat dianjurkan untuk dilakukan pendekatan secara multidisipliner. Pengobatan pada akhirnya akan tergantung pada tingkat kecanduan.

1.Dengan HIPNOTERAPI : Untuk pecandu narkoba yang masih tergantung secara biologis terhadap zat adiktif tertentu, sebaiknya mengikuti hipnoterapi dibawah pengawasan dokter. Meskipun dengan pemrograman pikiran bisa membuat pecandu narkoba (Morfin dan sejenisx) menjadi sama sekali tidak ingin dan tidak mau mengkonsumsi narkoba lagi dalam sekali terapi, namun menghentikan konsumsi narkoba secara mendadak mungkin bisa menyebabkan kematian. Maka mintalah pendapat dokter, apakah lebih baik hipnoterapi untuk membuat pecandu sedikit demi sedikit meninggalkan narkoba, atau seketika berhenti.Sekali lagi, apapun jenis kecanduan yang di alami, pecandu hanya bisa berubah total dengan hipnoterapi apabila pecndu sendiri yang ingin berubah. Apabila keputusan untuk menghilangkan kecanduan atau kebiasaan buruk berasal dari bujukan, paksaan, atau tekanan orang lain, maka kemungkinan berhasil akan lebih kecil atau butuh waktu lebih lama. Kalaupun sudah sembuh, kemungkinan kambuh lagi cukup besar.

2.      Dengan Therapy Rumatan Methadon : Metadon digunakan dalam perawatan kecanduan morfin. Methadone adalah sarana pengalihan atau subtitusi bagi para Pecandu napza  yang Ketergantungan Opiat atau Morfin.  Methadone mempunyai efek toleransi silang yang baik dengan golongan opioid lainnya seperti heroin atau morphine dan oleh karenanya methadone cukup bermanfaat jika digunakan sebagai agen rumatan ketergantungan opoid. Selain itu juga karena waktu paruh dan jangka kerjanya yang lama, akan membuat stabilisasi pasien lebih baik sehingga proses kecanduan terhadap opoid akan berkurang. Dengan demikian usaha-usaha pasien untuk mengkonsumsi substansi heroin, morfin atau obat sejenisnya melalui suntikan juga akan berkurang.


BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapa ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1.                  Opium merupakan salah satu jenis narkotika alami yang terdapat dalam jus dari bunga opium, Papaver somniverum. Morfin merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Nama kimia dari morfin yaitu 17-metil-7,8-didehidro-4,5α-epoksimorfinan-3,6α-diol ; dimana α menunjukan orientasi trans terhadap jembatan 15, 16, 17 yang berhubungan dengan sistem cincin ABC.
2.                  Morfin adalah hasil olahan dari opium atau candu mentah. Morfin mempunyai rasa pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau cairan berwarna putih. Morfin, terutama digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang hebat yang tidak dapat diobati dengan analgetik non narkotika. Apabila rasa nyeri makin hebat maka dosis yang digunakan juga makin tinggi. Semua analgetik narkotika dapat menimbulkan adiksi (ketagihan). Morfin juga digunakan untuk mengurangi rasa tegang pada penderita yang akan dioperasi.Morfin digunakan untuk menghambat nyeri yang paling kuat. Dosis analgetik pada penggunan yang diutamakan, yaitu subkutan, adalah 10 mg.
3.                  Sifat, reaksi morfin sebagai alkaloid bersifat basa karena mengandung gugus amin tersier (pKa ≈ 8,1) dan membentuk garam berbentuk Kristal dengan sederetan asam. Berdasarkan gugus hidroksil fenolnya morfin juga bersifat asam ( pKa = 9,9) dan bereaksi dengan alkalihidroksida membentuk fenolat, tetapi tidak bereaksi dengan larutan ammonia. Titik isolistrik terletak pada pH 9. Morfin yang terdapat dalam alam memutar bidang polarisasi ke kiri.
4.                  Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Efek samping morfin antara lain adalah penurunan kesadaran, euforia, rasa kantuk, lesu, dan penglihatan kabur.
5.                  Untuk menghindari putus obat (sakau) parah, umumnya pengguna Morfin harus mengurangi penggunaan obat secara bertahap di bawah pengawasan dokter. Selain itu, dapat pula untuk masuk ke pusat detoksifikasi atau rehabilitasi.

3.2.Saran
Melalui makalah ini, penulis menyarankan kepada penulis sendiri dan kepada siapaun agar sosialisasi akan bahaya narkoba khususnya narkotika terus dilakukan terutama kepada generasi muda yang berpotensi menyalahgunakan obat jenis ini



DAFTAR PUSTAKA
William O. Foye.1981. Principles Of Medicinal Chemistry (diterjemahkan oleh LEA & FEBIGER tahun 1995). Yogyakarta : GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS
Walter Schunack, Klaus Mayer, and Manfred Haake.1983. ARZNEISTOFFE, Lehrbuch der Pharmazeutischen(diterjemahkan tahun 1990). Yogyakarta : GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS
x-unearthly.blogspot.com/2010/.../zat-zat-adiktif-paling-berbahaya.h...
wong168.wordpress.com/2011/01/13/jenis-narkoba-berbahaya/
penyakit.infogue.com/narkotika_jenis_gejala_putus_obat